Piagam Bojong menunjukkan bahwa tahun 1500 hingga 1800 Masehi Lampung dikuasai oleh kesultanan Banten.
Putra
mahkota Banten, Sultan Haji, menyerahkan beberapa wilayah kekuasaan
Sultan Ageng Tirtayasa kepada Belanda. Di dalamnya termasuk Lampung
sebagai hadiah bagi Belanda karena membantu melawan Sultan Ageng
Tirtayasa.
Permintaan itu termuat dalam
surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal VOC
di Batavia yang sedang berlabuh di Banten. Surat bertanggal 12 Maret
1682 itu isinya, Saya minta tolong, nanti daerah Tirtayasa dan
negeri-negeri yang menghasilkan lada seperti Lampung dan tanah-tanah
lainnya sebagaimana diinginkan Mayor/ Kapten Moor, akan segera serahkan
kepada kompeni.
Surat itu kemudian dikuatkan dengan surat
perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yang membuat VOC memperoleh hak
monopoli perdagangan lada di Lampung.
Akan tetapi, upaya
menguasai pasar lada hitam Lampung kurang memperoleh sambutan baik. Pada
21 November 1682 VOC kembali ke pulau Jawa hanya membawa 744.188 ton
lada hitam seharga 62.292,312 gulden.
Dari angka itu dapat
disimpulkan bahwa Lampung kala itu dikenal sebagai penghasil lada hitam
utama. Lada hitam pula yang mengilhami berbagai negara Eropa ambil
bagian dalam konstelasi politik Nusantara kala itu. Penguasaan sumber
rempah-rempah dunia berarti menguasai perdagangan dunia-dan tentu saja
wilayah.
Kejayaan Lampung sebagai sumber lada hitam pun
mengilhami para senimannya sehingga tercipta lagu Tanoh Lada. Bahkan,
ketika Lampung diresmikan menjadi provinsi pada 18 Maret 1964, lada
hitam menjadi salah satu bagian lambang daerah itu. Namun, sayang saat
ini kejayaan tersebut telah pudar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar