Keberhasilan dalam pendidikan tidak terlepas dari sebuah sistem atau
metode yang digunakan. Pemilihan metode yang tepat akan membawa kepada
keberhasilan dalam mendidik, begitu juga sebaliknya. Pandangan ini juga
benar-benar dipegang oleh Nabi Muhammad saw. Generasi terbaik (khoirul
kharni) para sahabat alaihim assalam adalah contoh nyata tak
terbantahkan keberhasilan pendidikan yang di Nabi saw. Berikut ini
adalah urain singkat mengenai metode yang dipakai oleh Nabi saw dalam
mendidik .
1. Lemah Lembut
Allah
berfirman “maka disebabkan dari rahmat Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras, tentulah meraka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka, dalam urusan itu.” (Qs Al Imran: )
Nabi
menjadikan sifat lemah lembut sebagai salah satu faktor keberhasilan
dalam pendidikan. Dari ‘Aisyah bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wasalam
bersabda “Hai ‘Aisyah sesungguhnya Allah itu Maha Lembut dan menyukai
kelembutan. Allah memberi dengan sebab kelembutan suatu yang tidak Allah
berikan pada sikap keras, bahkan suatu yang tidak Allah berikan hal-hal
lainnya. (HR Bukhori Muslim )
Sifat
lemah lembut lebih diperlukan lagi pada saat terjadi kesalahan yang
tidak disengaja. Kadang, ketika seseorang berbuat salah kepada kita,
kita merasa kesal, sehingga emosi kita tak kendali, kita tidak bisa
bersifat lembut dan cenderung bersifat kasar.
Dari
sahabat Anas radhiallahu’anhu ada seorang Arab Badui yang kencing
disalah satu bagian masjid. Para shahabat pun pada membentak dan
memarahinya. Melihat kejadian itu Rasulullah melarang para shohabat
berbuat seperti itu. Setelah orang tersebut telah menyelesiakan
kencinnya, Nabi meminta satu ember berisi air lalu menyiramnya pada
bagaian yang terkena kencing tadi. Dalam riwayat yang lain juga di
sebutkan bahwa Rasulullah bersabda kepada badui tersebut “sesungguhnya
masjid tidaklah layak untuk dikencingi atau dikenai kotoran. Masjid itu
hanyalah untuk mengingat Allah, melaksanakan Shalat dan membaca Al
Qur’an.”
2. Pujian dan Motifasi
Pujian
dan motifasi bertujuan untuk memacu semangat dan yang lain untuk
bersaing secara sehat. Sebuah pujian dikatakan sehat jika dilakukan
tidak mengada-ada, sehingga orang yang dipuji pun tidak akan terlena.
Sewajarnya saja, sehingga apa yang diharapkan dengan pujian tersebut
dapat mengenai sasaran.
Diriwayatkan
oleh Imam Muslim, dari Ibnu Umar Nabi bersabda, “Sebaik- baik orang
adalah Abdulah bin Umar seandainya ia rajin sholat malam.“ Bagaimana
dampak pujian Nabi ini terhadap diri Umar salah seorang murid Ibnu Umar
yang bernama Salim mengatakan, sejak saat itu Abdullah bin Umar hanya
sedikit tidur diwaktu malam.
Kemampuan
dan potensi menjadi tenggelam atau bahkan hilang disebabkan tidak ada
buah kalimat pujian atau motivasi. Jika kita memuji seseorang memiliki
kemampuan tertentu, maka pujian kita tidaklah hanya berfungsi menjaga
semangat orang tersebut. Bahkan pujian kita boleh jadi memompa yang
lain, yang boleh jadi tidak terpacu dengan cara ini.
3. Bertahap dan Memperhatikan Kondisi
Anak
didik kita belum tentu memiliki derajat pemahaman yang sama. Demikan
juga semangat yang mereka miliki. Syari’at yang turun dari Allah pun
diturunkan secara bertahap dan memperhatikan kesiapan manusia untuk
menerima syari’at. Oleh karena itu yang menjadi prioritas utama dan yang
perlu diperhatikan adalah permasalahan tauhid terlebih dahulu setelah
tauhid tertanam di sanubari, barulah diturunkan hal-hal yang wajib dan
terlarang. ‘Aisyah mengatakan “ Surat yang pertama kali diturunkan
adalah surat yang pendek-pendek. Surat tersebut menceritekan surga dan
neraka. Sesudah para shohabat mantap dalam berislam, barulah diturunkan
hal-hal halal dan haram. Seandainya ayat yang pertama kali turun adalah
“janganlah kamu minum khamr” tentu para sahabat mengatakan “Kami tidak
akan meninggalkan khamr selamanya.” Seandainya ayat yang pertama kali
turun adalah “janganlah kalian brrbuat zina” tentu mereka akan
mengatakan “Kami tidak akan meninggalkan zina selamanya. “ (H.R.
Bukhori)
Demikian pula metode
pendidikan yang Nabi ajarkan bertumpu pada prinsip bertahap dan
memperhatikan kondisi. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Jundub bin
Abdillah beliau mengatakan “Kami bersama Nabi saw sedangkan Kami masih
muda belia. Kami belajar iman baru kemudian belajar Al-Qur’an, sesudah
kami belajar Al-Qur’an maka makin bertambah keimanan kami. Diantara
bentuk prinsip bertahap dan memperhatikan keadaan adalah tidak
mendahulukan sesuatu yang seharusnya ditunda dan memberikan infomasi
kepada orang-orang tertentu saja karena mengingat kemampuan pemahaman
dan kemashalahatan.
Proses
pendidikan bukanlah proses menyampaikan informasi, namun pendidikan
adalah satu hal yang sangat penting, Sehingga memerlukan prinsip dan
dasar agar membuahkan kesempurnaan yang diinginkan. Inilah metode para
robbani yang Allah puji.
Ibnu Abbas
mengatakan, ”Robbani adalah seseorang yang mendidik orang lain dengan
menyampaikan hal-hal yang dasar, kemudian yang detail.
4. Memanfaatkan Momen
Dalam
sehari banyak sekali peristiwa dan kejadian yang muncul. Seorang
pendidik yang cerdas akan memanfaatkan berbagai fenomena dan kejadian
yang ada sebagai sarana pembelajaran. Demikian yang dilakukan oleh Nabi
Sholallahu’alaihi wasalam .
Dari
Umar bi Khattab semoga Allah meridhoinya, ada serombongan tawanan
dihadapkan kepada Nabi Shollahu’alaih wasalam. diantara tawanan tersebut
ada seorang wanita yang mencari-cari sesuatu. Wanit tersebut lantas
menemukan seorang balita di antara para tawanan, kemusian wanita
tersebut meraihnya mendekap dan menyusuinya. Rasulullah Shollahu’alai
wasalmam lantas bersabda kepada kami, ”Menurut pendapat kalian apakah
wanita ini tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?“ Kami jawab
“Tidak, demi Allah jika wanita tersebut mampu untuk tidak melakukan hal
tersebut.
Rasulullah pun bersabda
“sesungguhnya Allah itu lebih sayang kepada hamba-hambanya dari pada
wanita tersebut terhadap anak-anaknya . (HR Bukhori V/2235)
Mungkin
saja kejadian ini berlalu tanpa komentar apapun, akan tetapi Nabi saw
benar-banar memanfaatkan kejadian ini. Demikian yang selayaknya kita
lakukan.
5. Memperpendek Kesenjangan Antara Guru dan Murid
Jiwa
manusia menyukai sikap rendah hati dan membenci kesombongan. Hilangnya
pemisah antara pendidik dan anak didiknya . Faktor penting untuk
mewujudkan lingkungan yang kondiksif untuk memacu perkembangan
pendidikan. Orang yang memperhatikan perikehidupan Nabi sdhlallahu’aiahi
wasalam akan mendapatkan hal ini dengan jelas. Demikian juga dengan
dampaknya.
Anas bin Malik Semoga
Allah Meridhoinya mengatakan Rosulullah Sholallhu’alai wasalam adalah
orang yang paling kocak. Mar’a binYusuf al-Karmi berkata ”Ketahuilah
bercanda iti boleh-boleh saja asalkan tidak mengandung hal-hal yang
tercela. Dan tidak bergaul dengan orang-orang yang durjana. Akan tetapi
canda tersebut hanyalah antara teman dan orang-orang yang baik-baik.
Dalam canda tersebut tidak ada menyakiti, mencela kehormatan (perilaku )
seseorang.
Bahkan seandainya kita
katakan bahwa bercanda itu di anjurkan, maka ini pun pendapat yang tidak
jauh dari kebenaran, dengan catatan canda tersebut untuk bertujuan
melahirkan pergaulan yang baik, ekspresi ketawadhuan dengan sesama
teman, wujud keakraban dan menghilangkan rasa sungkan kepada mereka.
Canda ini pun tidak mengandung cemoohan, merendahkan kehormatan kita.
atau meremehkan seseorang.
Akan
tetapi yang disebut suasana keakraban dan menghapuskan jurang pemisah
antara pendidik dan atau dai dengan obyek da’wahnya tidaklah dimaksudkan
agar kepribadian larut dalam kepribadian anak didiknya. Perlu kita
ketaui bahwa hilangnya rasa hormat tidak akan terjadi kecuali pada saat
pendidikan tersebut meninggalkan kepribadiannya yang hakiki, serta
fungsinya yang benar sebagai seorang pendidik.
6. Argumen yang memuaskan
Sebenarnya
pendidikan yang harus kita tananamkan adalah prinsip ketundukan dan
kepatuhan terhadap perintah dan larangan syari’at. Akan tetapi ada
sebagian orang tidak mau mengakui kebenaran padahal kita sudah berbuat
salah. Oleh karena itu diperlukan argumen yang memuaskan agar orang
tersebut mau kembali ke jalan yang benar.
Diriwayatkan
oleh Imam Bukhori dari Abu Hurairah beliau menceritakan bahwa Husain
bin Ali semoga Allah meridhoinya mengambil sebutir kurma zakat, Nabi pun
lantas memasukan jarinya ke mulut husain sambil mengatakan “Cih-cih”,
kemudian beliau bersabda, ”apakah engkau titak tahu kalau tidak boleh
makan makan yang berasal dari sedekah dan zakat. “
Ketika
Nabi meninggal dunia umur Husain belum sampai 8 tahun, meskipun
demikian Nabi berdialog dengannya seperti berdialog dengan orang dewasa.
Beliau berkata kepada Husain, cucunya “tidaklah aku keluarkan kurma
dari mulutmu itu karena pelit, atau kurma tersebut mengandung bahaya.
Sama sekali tidak demikian, akan tetapi sebabnya karena kita tidak boleh
memakan harta sedekah.”
Oleh
karena itu jika kita mendapatkan anak kita membawa gambar yang terlarang
atau memakai pakaian yang tidak sesuai dengan aturan Islam maka
duduklah bersama dengan memberikan alasan yang memuaskan agar membentuk
kepribadian seoarang muslim dan menghasilkan perubahan dengan izin
Allah.
Inilah beberapa metode
pendidikan dan pengajaran yang Nabi terapkan yang memiliki pengaruh
sangat besar dalam pembentukan kepribadian seseorang.
Para
sahabat adalah bukti takterbantahkan dari keberhasilan metode yang
digunakan. Sebagai umat Islam sudah sepatutnya kita untuk meniru apa
yang dilakukan Nabi Muhammad SAW, “Sesungguhnya telah ada bagi kalian
pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik”. Bagaimana dengan diri
kita?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar